Tampilkan postingan dengan label Jalur Gaza. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jalur Gaza. Tampilkan semua postingan

Perbatasan Rafah Tutup

[JP Online, Jum'at, 06 Februari 2009]
Perbatasan Rafah Tutup, Empat Relawan WNI Bertahan
Laporan Kardono Setyo

Dari Kairo Mesir

KAIRO - Mesir akhirnya betul-betul menutup pintu perbatasan Rafah yang menghubungkan wilayahnya dengan Gaza, Palestina. Dari hasil pertemuan Kementerian Luar Negeri dengan kantor perwakilan di Kairo, pintu perbatasan tak sepenuhnya ditutup. Pemerintah Mesir masih memperbolehkan pasien rumah sakit di Gaza dibawa keluar untuk dirawat di negaranya.

''Tapi, arus bantuan maupun manusia yang masuk ke Gaza tetap harus melalui Kareem Shalom dan El Auga (wilayah Israel),'' kata Mas Danang Waskito, sekretaris II bidang Penerangan Sosial Budaya Kedutaan Besar RI di Kairo, kemarin.

Menurut Danang, pihak KBRI sempat mempertanyakan soal penutupan itu ke Kemlu Mesir. Namun, Kemlu Mesir mengelak menutup pintu perbatasannya. Alasannya, Palestina yang menutup pintu perbatasan. ''Mau tak mau, kami akhirnya menerima keputusan sepihak itu,'' tuturnya.

Hingga kemarin, tercatat enam relawan medis Indonesia masih berada di Gaza. Dua orang dari BSMI (Bulan Sabit Merah Indonesia) dan empat lainnya dari Mer-C (Medical Emergency Rescue Committee) Indonesia.

Berdasar kabar terakhir, dua relawan dari BSMI keluar petang ini (sekitar pukul 23.00 WIB), sementara empat relawan Mer-C memilih bertahan. Danang mengatakan, pihaknya sudah mengimbau WNI untuk segera keluar dari Gaza. ''Tapi, kami tak bisa memaksa mereka. Yang jelas, sudah kami sampaikan imbauan dan mereka memilih keputusan itu sendiri,'' tuturnya.

Danang menegaskan, KBRI akan terus berkoordinasi dengan keempat orang relawan medis tersebut. ''Sebagai langkah antisipasi saja. Sebab, gencatan senjata yang terjadi (antara Israel dan Palestina) masih sangat rentan. Tidak ada yang bisa menjamin keadaan bisa damai terus,'' tuturnya.

Selain itu, kemarin Surya M. Sastra, anggota Komisi I DPR, bersama-sama sejumlah petugas KBRI berangkat ke Sinai Utara. Selain menjemput petugas BSMI, Surya akan melihat langsung kondisi Rafah. Rombongan KBRI dan Surya juga dijadwalkan bertemu dengan wakil gubernur Sinai Utara untuk mengetahui secara langsung perkembangan terkini dan juga untuk penjajakan masuknya bantuan melalui Mesir.

Pada bagian lain, upaya Mesir untuk menjembatani kesepakatan gencatan senjata setahun antara Israel dan Hamas masih tersendat. Sebab, masih ada sejumlah masalah yang belum ditemukan penyelesaiannya. Perundingan itu unik karena pihak Mesir menemui Israel, menanyakan apa maunya, kemudian disampaikan ke Hamas sekalian menanyakan apa kemauan Hamas.

Informasi yang dihimpun Jawa Pos menyebutkan, ada sejumlah poin yang masih mengganjal. Yang pertama adalah Israel menuntut segera dibebaskannya Kopral Gilad Shalit, tentara Israel yang dua tahun lalu ditangkap Hamas. Sementara Hamas meminta Israel segera membuka blokade ke Jalur Gaza. Menurut Juru Bicara Hamas Fauzi Barhoum, pembebasan Shalit tak ada yang berkaitan dengan gencatan senjata atau blokade ekonomi.

''Itu upaya licik Israel kepada kami,'' ucapnya ketika dihubungi via sambungan internasional. Menurut Fauzi, sejak awal pihaknya menegaskan bahwa bila ingin Shalit bebas, Israel juga harus membebaskan puluhan anggota parlemen dan anggota Hamas yang kini ditahan.

Bagaimana soal gencatan senjata? Fauzi mengatakan, semua tergantung kepada Israel. ''Kami akan terus melawan apabila kami terus-terusan direpresi seperti ini (diblokade dan dibombardir). Sudah sejak awal kami meragukan niat Israel. Mereka (Israel, Red) terkesan ingin menghabisi kami, baik secara pelan-pelan (melalui blokade) maupun terang-terangan (serangan masif),'' katanya. ''Kami tak akan takut'' tambahnya.(el)


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group

Tayangan Amal Gaza

[JP Online, Selasa, 27 Januari 2009]
Jaga Netralitas Sky News Ikuti BBC Tolak Tayangkan Amal Gaza

LONDON - Setelah British Broadcasting Corporation (BBC), stasiun berita Inggris lainnya, Sky News, ikut-ikutan menolak menayangkan iklan layanan masyarakat yang berisi permohonan bantuan dana untuk para korban serangan Israel di Jalur Gaza. Alasannya sama dengan BBC, untuk menjaga netralitas pemberitaan.

''Memberitakan konflik di Gaza sungguh rumit dan penuh tantangan bagi organisasi pemberitaan,'' kata Direktur Sky News John Ryley seperti dilansir Associated Press kemarin (26/1). ''Komitmen kami sebagai jurnalis adalah meng-cover segala sisi dari peristiwa itu dengan menjunjung tinggi objektivitas."

Penolakan Sky News itu disambut protes sejumlah kalangan. Protes yang disampaikan bernada sama dengan yang dilontarkan ke meja redaksi BBC Minggu lalu (25/1).

''Sungguh memalukan. Mereka harus segera menayangkannya. Saya sangat kecewa kepada Sky. Mereka seharusnya sadar akan tugasnya sebagai stasiun publik,'' kata Jeremy Corbyn, seorang anggota parlemen dari Partai Buruh. Corbyn bersama sejumlah rekan sesama anggota dewan berencana menemui pimpinan eksekutif BBC kemarin untuk meminta jajaran redaksi mengubah keputusannya. Meski hasil pertemuan itu belum di-publish, BBC tampaknya akan tetap teguh pendirian.

Adrian Wells, direktur berita luar negeri Sky, mengaku paham dengan niat tulus penyelenggara amal untuk korban Gaza. ''Kepada mereka yang marah maupun tersinggung tentang ini, saya jelaskan, komitmen Sky memberitakan wilayah itu (Gaza) sangat jelas. Kami telah mengirim reporter sejak gerbang Gaza dibuka. Para pemirsa Sky juga sangat sadar dengan krisis kemanusiaan yang terjadi,'' katanya.

Iklan berdurasi dua menit itu merupakan kerja bareng 13 organisasi kemanusiaan di Inggris yang tergabung dalam Disaster Emergency Committee (DEC), termasuk Palang Merah, Oxfam, dan organisasi anak, Save the Children. Mereka bermaksud mengumpulkan dana untuk sekitar 500.000 warga Gaza yang kehilangan rumah sekaligus akses terhadap air bersih.

Selain BBC dan Sky News, kantor berita lain, seperti Channel 4, ITV, dan lainnya telah bersepakat akan menayangkan iklan layanan permohonan dana tersebut. Hingga kemarin, lebih dari 10 ribu surat komplain masuk ke kantor BBC. Legislator Partai Buruh, bahkan uskup besar dari Gereja Canterbury turut mengecam BBC.

''Ini bukan soal netralitas, ini soal kemanusiaan. Ini bukan acara yang digalang Hamas untuk bisa membeli senjata lagi, tapi oleh Disasters Emergency Committee (DEC/Komite Pertolongan Bencana) untuk membantu mereka yang membutuhkan pertolongan," kata Uskup Besar York John Sentamu seperti dilansir The Guardian.(ape)

Sementara itu..

[JP Online, Kamis, 29 Januari 2009]
Israel Terus Caplok Wilayah Palestina

JERUSALEM - Israel semakin dalam menancapkan kukunya di Tepi Barat yang sejatinya merupakan wilayah Palestina. Bahkan, kelak bisa menggusur warga Arab Palestina keluar dari rumahnya sendiri. Itu terlihat dari perkembangan permukiman Yahudi dari tahun ke tahun.

Data yang dirilis Peace Now, permukiman Yahudi di Tepi Barat jauh lebih luas dibandingkan pada 2007. Bangunan yang baru itu mencapai 1.518 -termasuk 216 pos pantau. Sekitar 61 persen bangunan baru tersebut didirikan di barat kawasan pagar perbatasan, dan 31 persen lainnya dibangun di wilayah timurnya.

Lebih dari 80 persen bangunan -- sekitar 1.257-- dibangun di wilayah permukiman yang sudah ada, bukan di wilayah baru. Dari jumlah bangunan itu, sekitar 748 bangunan dibuat model permanent, sementara 509 lainnya dibaut serupa karavan atau tenda-tenda kafilah. Total penduduk Yahudi di Tepi Barat pada 2008 terhitung sebanyak 285.800.

''Tampaknya permintaan pemerintah kepada Mahkamah Agung bahwa mereka dan pemukim bersepakat mengevakuasi yang di Migron dan memindahkannya ke permukiman Adam akan mendorong para pemukim untuk membuat bangunan di Migron. Sebab, jika relokasi dilakukan akan memakan waktu lama,'' tulis Peace Now seperti dikutip portal Israel Ynetnews.com.

Peace Now menyampaikan laporan itu untuk menyambut utusan Amerika Serikat untuk Timur Tengah, George Mitchell, yang dijadwalkan bertemu petinggi Israel hari ini. Ketika masih menjadi duta Timur Tengah untuk pemerintah Bill Clinton, Mitchell pernah bersuara lantang menyikapi pembangunan permukiman ilegal di daerah Tepi Barat yang merupakan teritori Palestina.

Pemimpin partai oposisi Likud Benjamin Netanyahu telah berkomitmen tidak akan membangun permukiman baru di Tepi Barat jika partainya menang pemilu Februari mendatang. Kecuali di tempat yang telah ada untuk menampung pertambahan jumlah populasi.(ape/ami)


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group

Hamas Tolak Gencatan Senjata

Hamas Tolak Gencatan Senjata
Hanya Taktik Licik Israel Kuasai Gaza
[JP Online, Minggu, 18 Januari 2009]

JERUSALEM - Babak baru konflik di Gaza dimulai Sabtu (17/1) malam waktu setempat. Kabinet keamanan Perdana Menteri Israel Ehud Olmert pada pertemuan tadi malam mendukung usul gencatan senjata sepihak bahwa Israel akan menghentikan penembakan setelah ofensif tiga pekan meski tanpa kesepakatan timbal balik dari Hamas.
SETELAH PUAS MEMBANTAI RATUSAN WARGA SIPIL, SETELAH KENYANG MENYANTAP DAGING-DAGING MANUSIA DI ATAS PANGGANGAN BARA API". (Adm)

Dalam ketentuan-ketentuan yang disepakati secara bulat itu, pasukan Israel akan tetap berada di wilayah Gaza selama kurun waktu yang tidak dijelaskan. ''Kabinet Israel memberikan suara yang mendukung gencatan senjata sepihak setelah penandatanganan memorandum di Washington dan kemajuan berarti yang dicapai di Kairo,'' kata seorang pejabat Israel yang tidak bersedia disebutkan namanya kepada AFP tadi malam. ''Pasukan Israel akan tetap berada di Gaza setelah gencatan senjata sepihak diberlakukan,'' lanjutnya.

Terobosan itu dicapai setelah Menteri Luar Negeri Israel Tzipi Livni menandatangani sebuah perjanjian di Washington dengan Menlu AS Condoleezza Rice pada Jumat (16/1). Dalam perjanjian itu, AS setuju meningkatkan pengawasan untuk mencegah penyelundupan senjata ke Gaza. Menlu Tzipi Livni mengatakan, Israel akan mengabaikan gencatan senjata jika Hamas terus menembakkan roket. Sedangkan Menlu AS Condoleezaa Rice mengatakan, dirinya berharap agar langkah itu bisa membuat Gaza ''tidak lagi digunakan sebagai landasan penembakan'' untuk menyerang Israel.

Juru Bicara Pemerintah Israel Mark Regev kepada BBC mengatakan bahwa, tampaknya, ada dasar untuk mengumumkan gencatan senjata. ''Israel sudah mencapai tujuan yang diinginkan sehingga gencatan senjata bisa diterapkan,'' ujarnya.

Namun, keputusan kabinet Israel itu tidak menjamin konflik di Gaza berakhir. Pejabat Hamas Usama Hemdan mengatakan bahwa pihaknya akan melawan jika Israel meminta gencatan senjata unilateral di Gaza.''Gencatan senjata unilateral ini tidak bisa memberikan kepastian kapan Israel menarik pasukannya. Sepanjang Israel masih berada di Gaza, kami (Hamas, Red) akan melawan dan melakukan konfrontasi,'' tegasnya. Hemdan mengatakan, proposal Israel soal gencatan senjata unilateral hanya akal-akalan negara Zionis itu untuk mementahkan proposal Mesir dan menduduki Gaza.

Salah satu pemimpin Hamas Khaled Meshaal mengatakan, kelompoknya tidak akan menerima persyaratan Israel untuk menciptakan gencatan senjata.

''Meski Gaza dihancurkan, saya tegaskan, kami tidak akan menerima syarat apa pun dari Israel untuk gencatan senjata,'' ujarnya di Doha, Qatar, kemarin.

Sementara itu, para pemimpin Hamas telah kembali ke Kairo untuk melakukan perundingan lanjutan. Mereka berkeras, kesepakatan gencatan senjata harus dibentuk jika pasukan Israel ditarik dari Gaza dalam waktu seminggu dan blokade ke Jalur Gaza dihentikan. Para diplomat negara Barat mengatakan, traktat yang mengarah ke perdamaian bisa ditandatangani di Kairo akhir minggu ini oleh Perdana Menteri Israel Ehud Olmert, Presiden Otorita Palestina Mahmoud Abbas, dan Presiden Mesir Hosni Mubarak.

Sementara itu, pesawat tempur Israel menghujani wilayah Gaza Selatan dengan bom sebelum subuh kemarin. Pada saat yang sama, tank-tank Israel memuntahkan tembakan mortir dan menewaskan enam warga Palestina di satu sekolah milik Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) di Jalur Gaza Utara Sabtu siang.

Para petugas medis mengatakan, seorang wanita dan seorang anak tewas ketika mortir pertama menghantam sekolah yang dikelola Badan Pekerja dan Bantuan PBB, yang menjadi tempat bagi 4.500 warga Gaza berlindung dari pertempuran.

Dua Negara Bekukan Hubungan dengan Israel

Dua lagi negara membekukan hubungan dengan Israel sebagai protes atas serangan di Jalur Gaza. Kedua negara tersebut adalah Qatar dan Mauritania.

Perdana Menteri Qatar Sheik Hamad bin Jassem Al Thani menyatakan, Qatar memang tidak memiliki hubungan diplomatik dengan Israel, namun menjalin hubungan di tingkat lebih rendah. Sehingga misi dagang Israel diizinkan beroperasi di Qatar. Qatar juga menerima para pemimpin Israel dalam konferensi-konferensi.

Dikatakan Hamad, misi dagang Israel di Qatar punya waktu sekitar sepekan untuk pergi dari negara tersebut. "Kami akan memberitahu kantor misi dagang Israel bahwa keberadaan mereka di sini tidak diinginkan sampai situasi membaik dan ada peluang lebih baik untuk perdamaian," kata Hamad yang juga Menteri Luar Negeri Qatar kepada wartawan di Doha, Qatar, kemarin.

Mauritania juga mengumumkan pemutusan hubungan diplomatik dengan Israel. Hal itu disampaikan Mauritania dalam pertemuan Liga Arab yang berlangsung di Doha. "Republik Islam Mauritania memutuskan menarik duta besarnya mulai Senin (19/1)," pernyataan resmi pemerintah Mauritania.

SBY: Lampaui Batas

Dari tanah air dilaporkan, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menilai bahwa dunia internasional tidak dapat lagi membiarkan kekejaman Israel di Jalur Gaza yang telah menewaskan lebih dari 1.000 warga Palestina berlanjut. ''Saat ini sedang terjadi tragedi kemanusiaan yang tidak pernah terbayangkan, ... sudah melampaui batas, sebuah tragedi yang tidak mungkin umat sedunia membiarkan,'' kata Presiden SBY di Hotel Bidakara, Jakarta, kemarin, menanggapi agresi yang berlangsung sejak 27 Desember 2008 tersebut.

Lebih lanjut, presiden mengungkapkan kekecewaannya terhadap lambatnya Dewan Keamanan PBB dalam mengeluarkan Resolusi No 1860 dan pengabaian resolusi itu oleh Israel.

Sidang Darurat Majelis Umum PBB kemarin hampir secara bulat memberikan suara untuk mendesak ''penghormatan penuh'' Resolusi Dewan Keamanan No 1860 yang menyerukan suatu gencatan senjata segera, bertahan lama, dan sepenuhnya dipatuhi. Terutama penarikan seluruh pasukan Israel dari Jalur Gaza. Resolusi lembaga tertinggi PBB yang beranggota 190 negara itu diadopsi melalui perdebatan berjam-jam dengan suara 142 menerima, enam menolak, dan sisanya abstein.

Pemerintah Indonesia secara mengejutkan bersikap abstain dalam pemungutan suara proses adopsi resolusi kemarin. "Indonesia memilih abstain karena posisi prinsip Indonesia bahwa resolusi itu tidak cukup keras mengecam Israel atas serangan kejinya ke Gaza," jelas Juru bicara Departemen Luar Negeri Teuku Faizasyah di Jakarta, mengenai posisi Indonesia tersebut.(Rtr/BBC/kim)

Israel Menggunakan Bom Terlarang Bermisil Fosfor

GAZA - Bukti-bukti kejahatan perang yang dilakukan Israel selama membantai di Jalur Gaza terus terkumpul. Yang terbaru, berupa rekaman video buatan Fida Qishta dari Pergerakan Solidaritas Internasional yang dilansir harian Inggris The Guardian kemarin (17/1) tentang penggunaan bom terlarang bermisil fosfor alias belerang.

Senjata itu digunakan Israel untuk membombardir permukiman sipil di Khan Younis pada Selasa lalu (13/1). Dokter yang merawat korban dan sejumlah saksi membenarkan tentang hal itu.

Ahmed Almi, dokter asal Mesir yang bertugas di Al-Nasser Hospital di Khan Younis mengatakan, akibat bom fosfor terlihat jelas di tubuh korban. Di antaranya, luka hangus hingga ke tulang. Dia menambahkan, bila terkena senjata itu, seluruh tubuh korban bisa hangus terbakar hanya dalam satu jam.

"Ini pertama saya melihat dampak buruk senjata kimia itu,'' katanya.

Efek lain, para korban yang tergeletak di Rumah Sakit Al-Nasser kini mengalami gangguan pernapasan akut. Ketika bom atau selongsong fosfor menyalak di udara, asap putih langsung menyebar. Lalu, perlahan-lahan turun bersamaan dengan menyebarnya partikel fosfat yang terkandung di dalamnya.

Bila tersentuh pada kulit, partikel fosfat akan menyebabkan luka bakar yang luar biasa. Asap mengandung racun fosfat itu juga menyebabkan radang pernapasan. Hujan partikel kimia akibat bom fosfor itu bisa mencakup areal seluas lapangan sepak bola.

"Selasa lalu Israel menembakkan bom fosfor ke arah warga (Khan Younis). Tentu saja mereka itu warga sipil,'' kata seorang sumber perempuan mengutarakan kesaksiaannya.

Israel menyangkal menggunakan senjata terlarang itu. Mereka berargumen tak mungkin mengunakannya karena telah menandatangani konvensi ketiga PBB. Konvensi itu berisi tentang pelarangan penggunaan bom fosfor.

Namun, bukti-bukti di lapangan berkata lain. Dari hasil analisis foto ledakan, para ahli mengatakan, hanya dengan melihat asap, sudah bisa dipatikan bahwa itu asap bom fosfor.

"Jelas sekali, sudah pasti itu (senjata fosfor),'' kata Marc Garlasco, seorang analis militer pada organisasi kemanusiaan yang mengaku sangat geram dengan tindakan Israel.

Kemarin (17/1) daftar kejahatan perang Israel bertambah. Dua bocah tewas diberondong peluru serdadu Israel, 14 warga lainnya luka-luka. Padahal, mereka tengah berlindung di kawasan netral, sekolah PBB. (ape/ttg)

[JP Online, Sabtu, 24 Januari 2009 ]
Obama Simpati Kepada Penduduk Gaza, Namun Jauhi Hamas

WASHINGTON - Sebagai pemimpin baru, Presiden Amerika Serikat (AS) Barack Obama sukses melakukan gebrakan lewat beberapa kebijakan yang berseberangan dengan pendahulunya. Namun, itu tidak semua. Sejumlah kebijakan lama yang sering membuat AS dikritik justru tetap dipertahankan.

Salah satunya adalah kebijakan untuk menjauhkan diri dari Hamas yang dicap sebagai kelompok teroris. Terbukti, dalam pembahasannya tentang Timur Tengah dan penunjukan utusan damai, pemimpin 47 tahun itu sama sekali tidak menyinggung Hamas. Justru, dia membela agresi 22 hari yang dilancarkan Israel ke Jalur Gaza. Obama menyebut aksi militer tersebut sebagai upaya membela diri atas serangan Hamas.

"Perdamaian abadi butuh lebih dari sekadar gencatan senjata jangka lama. Karena itulah, saya akan mempertahankan komitmen aktif untuk mengupayakan kedua negara hidup berdampingan dengan aman dan tenteram," papar Obama seperti dikutip Associated Press kemarin (23/1). Dua negara yang dia maksud ialah Israel dan Palestina.

Terkait dengan misi damainya untuk Timur Tengah, terutama Israel-Palestina, presiden ke-44 itu menunjuk George J. Mitchell sebagai utusan khusus. Agenda utama mantan ketua mayoritas Senat AS itu adalah mengawasi gencatan senjata di Gaza. Mitchell harus bisa memastikan, gencatan senjata tersebut terjaga seiring dilancarkannya misi damai Israel dengan dunia Arab.

Dalam kesempatan itu, Obama menyatakan simpatinya kepada penduduk Gaza atas agresi yang memorak-porandakan wilayah mereka. Lebih-lebih, dalam serangan udara dan invasi darat pasukan Zionis tersebut, tidak kurang 1.300 warga Gaza tewas, 400 di antaranya anak-anak. Sedangkan kerugian fisik yang ditanggung ditaksir mencapai USD 2 miliar (sekitar Rp 22,7 triliun).

Bersamaan dengan itu, Reuters melaporkan, Israel percaya diri bahwa AS di bawah komando Obama tetap tidak akan berdialog dengan Hamas. "Saya tidak yakin pemerintahannya akan bersepakat atau berdialog dengan Hamas," ujar penasihat senior Perdana Menteri (PM) Israel Ehud Olmert kemarin. Pernyataan itu dipublikasikan setelah Obama dan Olmert berbincang lewat telepon.

Lebih lanjut, juru bicara yang merahasiakan identitasnya itu mengatakan bahwa berdialog dengan Hamas hanya akan membukakan gerbang kehancuran bagi Palestina. "Jika masyarakat internasional mulai membuka diri kepada Hamas, mereka pasti akan mengesampingkan pemerintahan yang moderat," terangnya yang mengacu kepada kepemimpinan Mahmoud Abbas.

Hamas yang merasa diabaikan Obama melancarkan kritiknya atas pemerintahan baru AS. "Alun harapan yang memuncak di hari Anda terpilih (sebagai presiden) terempas begitu saja karena Anda hanya diam menyaksikan pembantaian yang terjadi di Gaza," seru Mussa Abu Marzuk, deputi pimpinan politik Hamas, seperti dilansir Bloomberg. (hep/ami)


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group

Telaah Kritis Agresi Israel

Telaah Kritis Agresi Israel
Kemarin jam 22:33

Sejumlah pertanyaan sederhana sekitar masalah Palestina-Israel. Ini pertanyaan sederhana dan mohon jangan diartikan sebagai pembenaran atas agresi Israel terhadap Gaza. Saya tetaplah anti agresi itu, dan simpati saya selalu berpihak pada bangsa Palestina.

Tetapi ada manfaatnya jika kita menempatkan sesuatu dalam perspektif historis yang lebih luas sehingga kita lebih "dewasa". Pertanyaan-pertanyaan berikut ini mengganggu saya sejak lama. Saya tak berpretensi bisa menjawabnya dengan tuntas dan tepat.

Menurut saya protes umat Islam terhadap negara Israel bukan sekedar karena negara itu mencaplok wilayah Palestina. Menurut saya, naif sekali jika kita membaca konflik Palestina-Israel ini sekedar sebagai masalah nasionalisme, pencaplokan wilayah secara tak sah, dsb.

Kalau umat Islam keberatan suatu negara mencaplok wilayah negara lain, kenapa dulu waktu Irak melakukan agresi terhadap Kuwait, simpati umat Islam justru lebih banyak berpihak pada Saddam Husain? Jika umat Islam keberatan pada urusan pencaplokan wilayah, kenapa dulu umat Islam di Indonesia tidak keberatan negara Indonesia meng-invasi Timor Timur? Kenapa umat Islam tidak protes sedikitpan pada perlakuan Cina atas Tibet belakangan ini?

Tetapi pertanyaan mendasar yang jauh lebih penting buat saya adalah fakta berikut ini. Sejarah Islam sejak awal, kalau kita mau jujur, adalah sejarah ekspansi wilayah dengan cara pencaplokan. Islam lahir di Hijaz lalu melakukan ekspansi dan pencaplokan wilayah keluar sehingga mencakup wilayah yang sangat luas sekali. Dalam sejarah dunia tidak ada agama yang berkembang dengan cara seperti ini kecuali Islam dan Kristen.

Ekspansi dan pencaplokan wilayah memang banyak terjadi dalam sejarah masa lalu. Tetapi ekspansi dan penaklukan wilayah yang dilakukan atas nama agama dan berlangsung secara kontinyu dalam waktu yang sangat lama hanya terjadi pada kasus Islam dan Kristen, dua agama yang sejak awal memiliki watak imperial, misionaris, dan ekspansif.

Kalau kita sebagai umat Islam mau jujur, kita harus mengakui bahwa seluruh wilayah yang sekarang dihuni oleh umat Islam, terutama di kawasan Arab, sekitar Laut Tengah, daerah Balkan, dan anak benua India-Pakistan adalah wilayah taklukan Islam. Dengan kata lain, wilayah yang dulu diperoleh karena proses pencaplokan melalui aksi militer. Memang ada dakwah damai melalui para ulama, kaum sufi, pedagang dan sebagainya. Tetapi misi dakwah berlangsung tidak secara independen. Ada aksi militer yang mendahului atau mengikutinya.

Sementara itu, agama Yahudi adalah agama yang kontras sama sekali dengan Islam, meskipun dari aspek orientasi ketaatan pada hukum ada kesamaan antara keduanya. Jika Islam adalah agama misionaris, imperial dan ekspansif, agama Yahudi kebalikan dari itu semua. Agama Yahudi tidak pernah berambisi untuk mendakwahkan agama itu di luar bangsa Yahudi sendiri dan ingin "menyelamatkan domba-domba sesat" seperti dalam Kristen.

Bangsa dan agama Yahudi juga tidak pernah berambisi melakukan ekspansi wilayah. Ide keyahudian terikat pada wilayah kecil sebagai fondasi agama itu, yaitu Yerusalem dan kawasan di sekitarnya yang sama sekali tidak siginifikan dibandingkan dengan luasnya wilayah yang pernah dicaplok oleh umat Islam di zaman lampau.


Ini yang menjelaskan kenapa bangsa dan umat Yahudi hanya berjumlah tak lebih dari 15 juta hingga saat ini. Bandingkan dengan jumlah umat Islam yang mencapai sekitar 1,2 milyar di seluruh bumi. (Catatan: ini belum ditambah bangsa jin yang konon menurut umat Islam juga ada yang beragama Islam pula). Watak Islam sebagai agama yang misionaris, imperial dan ekspansif tercermin dalam luasnya wilayah yang dihuni umat Islam saat ini, serta keragaman etnik dan bangsa yang memeluk agama itu. Ini juga terjadi pada agama Kristen.

Buku-buku sejarah yang diajarkan di sekolah-sekolah Islam sudah tentu tidak mau mengakui fakta seperti ini. Sejarah ekspansi dan penaklukan Islam disebut sebagai "futuhat" atau pembukaan. Ini jelas semacam eufemisme. Seolah-olah wilayah yang dihuni oleh bangsa -bangsa non-Islam sebelum Islam datang itu adalah wilayah gelap. Ekspansi Islam dibaca sebagai pembukaan wilayah itu terhadap "sinar" kebenaran Islam. Cara membaca sejarah semacam ini persis dengan justifikasi imperialisme Eropa barat di masa lampau sebagai proses "sivilisasi". Tak ada bedanya sama sekali.

Ini juga tak beda dengan justifikasi agresi Amerika ke Irak saat ini sebagai cara untuk menyebarkan demokrasi di Timur Tengah. Kita tahu, semua agresor di manapun selalu memakai "senjata simbolik" untuk membenarkan agresi mereka, entah melalui agama, filsafat, tradisi, atau memori tertentu.

Yang mengganggu saya adalah umat Islam saat ini protes dengan begitu gigihnya terhadap pencaplokan Israel atas tanah Palestina, tetapi tidak pernah sedikitpun terganggu dengan masa lampau mereka yang penuh dengan agresi dan aksi pencaplokan pula. Apa yang diambil Israel saat ini dari tanah Palestina tak ada apa-apanya dibanding dengan luasnya wilayah yang ditklukkan oleh umat Islam di masa lampau.

Sama dengan Presiden Bush yang beberapa waktu lalu protes terhadap kebijakan pemerintah Cina di Tibet, tanpa sadar bahwa apa yang dilakukan oleh Cina di Tibet juga diakukan oleh Amerika di Irak saat ini. Apakah Presiden Bush tidak malu dengan "double-speak" seperti itu?

Pertanyaan ini sengaja saya angkat supaya kita bisa menempatkan konflik Palestina-Israel saat ini dengan lebih seimbang. Saya hingga sekarang masih percaya bahwa masalah Israel di mata umat Islam bukan sekedar masalah geografi dan perluasan wilayah. Masalah sebenarnya ada di luar itu, yakni konstruksi keyahudian di benak umat Islam sendiri yang dibentuk melalui ajaran agama dan tafsirnya yang sudah berkembang sejak berabad-abad. Menurut saya, "sedimentasi simbolik" semacam itu (kalau boleh memakai istilah yang mungkin agak kurang jelas artinya ini) ikut memperumit penyelesaian masalah Israel hingga sekarang. Hal serupa juga terjadi pada pihak bangsa Yahudi sendiri.

Anda bisa membayangkan bagaimana psikologi sebuah bangsa yang jumlahnya tak lebih dari 15 juta orang berhadapan dengan sebuah umat yang jumlahnya tak kurang dari 1,2 milyar, sementara umat yang "gigantik" itu dibentuk oleh sebuah ajaran yang kalau tidak benci minimal kurang bersahabat dengan bangsa dan agama Yahudi.

Tulisan ini sengaja saya kemukakan sebagai otokritik pada umat Islam. Dengan mengatakan ini semua, saya tak menolak bahwa komplikasi masalah Palestina-Israel ini juga ada dan disebabkan oleh pihak-pihak lain, antara lain dukungan Amerika yang nyaris tidak kritis pada Israel. Di mata pemerintah Amerika, Israel seperti "can do no wrong". Para Zionis, termasuk Kristen-Zionis, di Amerika juga ikut terlibat dalam memperumit masalah Palestina ini. Ketidakberdayaan PBB dalam mengatasi sikap pemerintah Israel yang selama ini selalu melanggar sejumlah resolusi lembaga itu berkenaan dengan masalah Palestina, juga masalah tersendiri.

Masalah-masalah "eksternal" itu sudah sering dikemukakan oleh para analis, termasuk juga oleh umat Islam sendiri. Tetapi yang mempersoalkan "masalah internal" dalam umat Islam sendiri nyaris jarang sekali. Memang paling enak jika kita melempar masalah keluar ketimbang mengorek kelemahan dalam diri kita sendiri.

Oleh Ulil Abshar Abdalla (http://ulil.net/)
Lihat di
http://www.facebook.com/home.php?#/note.php?note_id=55099648713

NB: Baca tulisan saya, Jangan terdengar, Jangan Terlihat sebagai perbandingan atas tulisan Ulil yang saya blockquote.


Salam Persahabatan
ParaDIsE.group